Guru Wajib Baca: Ini Bukan Soal Gaji, Ini Soal Jariyah Abadi atau Dosa yang Mengalir

www.gurukitaa.my.id - Di atas pundak siapa peradaban sebuah umat dititipkan? Jawabannya, setelah orang tua, adalah di atas pundak para guru. Dalam khazanah Islam, guru (mu'allim, murabbi) bukanlah sekadar profesi untuk mencari nafkah. Ia adalah sebuah amanah suci, sebuah kedudukan mulia yang mewarisi tugas terberat, tugas yang diemban oleh para nabi dan rasul: mendidik jiwa dan mencerahkan akal.

Menjadi seorang guru berarti menerima sebuah mandat langsung dari Allah SWT untuk menjadi "arsitek" yang memahat karakter, menanamkan nilai, dan membimbing generasi menuju cahaya (An-Nur). Ini adalah tanggung jawab yang getarannya tidak hanya terasa di dunia, tetapi menembus hingga ke alam akhirat.

💎 Kedudukan Guru: Pewaris Para Nabi

Sebelum berbicara tentang tanggung jawab, kita harus memahami betapa mulianya Islam menempatkan seorang guru. Mereka adalah pemegang estafet dakwah. Rasulullah SAW bersabda:

عَنْ أَبِيْ الدَّرْدَاءِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالْحِيتَانُ فِي جَوْفِ الْمَاءِ وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ (رواه أبو داود)

Abu Darda berkata, aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa meniti jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan mempermudahnya jalan ke surga. Sungguh, para malaikat merendahkan sayapnya sebagai keridhaan kepada penuntut ilmu. Orang yang berilmu akan dimohonkan ampunan oleh penduduk langit dan bumi hingga ikan yang ada di dasar laut. Kelebihan seorang alim dibanding ahli ibadah seperti keutamaan rembulan pada malam purnama atas seluruh bintang. Para ulama adalah pewaris para nabi, dan para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa mengambilnya maka ia telah mengambil bagian yang banyak.” (Hadits Riwayat Tirmidzi, Abu Dawud no.3641, dan Ibnu Majah disahihkan oleh Al-Albani dalam Shahihut Tirmidzi no. 2682, Shahih Ibnu Majah no. 183, Shahihul Jami’ no. 6297, dan Shahihut Targhib no. 70)

Hadits ini adalah sebuah penobatan. Seorang guru yang ikhlas adalah "pewaris nabi" di zaman ini. Mereka tidak mewarisi harta, tetapi mewarisi ilmu—warisan teragung yang menjadi pondasi iman dan peradaban.

📜 Amanah Ilmiah: Menyampaikan, Bukan Sekadar Menggugurkan

Tanggung jawab pertama dan paling mendasar adalah amanah ilmiah (trust in knowledge).

1. Menyampaikan Ilmu dengan Benar

Seorang guru diharamkan menyembunyikan ilmu yang bermanfaat atau, lebih buruk lagi, menyampaikan sesuatu yang ia tidak yakini kebenarannya. Ancaman bagi mereka yang menyembunyikan ilmu sangatlah keras. Allah SWT berfirman:

اِنَّ الَّذِيۡنَ يَكۡتُمُوۡنَ مَآ اَنۡزَلۡنَا مِنَ الۡبَيِّنٰتِ وَالۡهُدٰى مِنۡۢ بَعۡدِ مَا بَيَّنّٰهُ لِلنَّاسِ فِى الۡكِتٰبِۙ اُولٰٓٮِٕكَ يَلۡعَنُهُمُ اللّٰهُ وَ يَلۡعَنُهُمُ اللّٰعِنُوۡنَۙ

"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknat." (QS. Al-Baqarah: 159)

2. Mengajar dengan Hikmah (Kebijaksanaan)

Ilmu tidak bisa dituang begitu saja. Ia harus disajikan dengan cara yang tepat, di waktu yang tepat, dan dengan bahasa yang menyentuh hati. Inilah metode dakwah yang diajarkan Al-Qur'an:

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ [النحل: 125]

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik..." (QS. An-Nahl: 125)

Guru yang bijak tahu kapan harus tegas dan kapan harus merangkul. Ia tidak mengajar untuk pamer kecerdasan, tetapi untuk memahamkan.

💖 Amanah Tarbiyah: Membentuk Akhlak, Bukan Sekadar Otak

Inilah inti dari tanggung jawab seorang guru yang sering terlupakan di era modern. Guru dalam Islam bukan sekadar mu'allim (pengajar), tetapi juga murabbi (pendidik jiwa).

Imam Al-Ghazali, dalam magnum opusnya Ihya Ulumuddin, menempatkan tanggung jawab ini di atas segalanya. Beliau berkata:

"Tugas seorang guru bukan hanya mengisi otak murid dengan pengetahuan, tetapi yang lebih utama adalah menyucikan jiwanya (tazkiyatun nafs) dan membimbingnya untuk mendekatkan diri kepada Allah."

Tanggung jawab ini terbagi menjadi dua:

1. Menjadi Uswah Hasanah (Teladan yang Baik)

Imam Al-Ghazali lebih lanjut menegaskan bahwa seorang guru mengajar lebih banyak dengan perbuatannya (uswah) daripada dengan lisannya.

"Bagaimana mungkin bayangan akan lurus jika kayunya bengkok?"

Seorang guru yang mengajarkan kejujuran tetapi ia sendiri berbohong, atau mengajarkan kedisiplinan tetapi ia sendiri sering terlambat, sejatinya ia sedang "meruntuhkan" ilmunya sendiri. Murid adalah peniru ulung. Tanggung jawab guru adalah memastikan apa yang mereka tiru adalah kebaikan.

2. Mendidik dengan Kasih Sayang (Rahmat)

Perkataan ulama besar, Imam Syafi'i, menunjukkan betapa pentingnya peran guru dalam proses belajar, bahkan beliau rela "menghambakan diri" demi ilmu:

"Aku adalah hamba bagi siapa saja yang mengajariku walau satu huruf."

Perkataan ini sejatinya adalah cerminan dari betapa agungnya seorang guru di mata muridnya. Untuk mencapai level ini, seorang guru harus memandang muridnya seperti anaknya sendiri.

Rasulullah SAW adalah murabbi teragung. Beliau mendidik dengan cinta. Beliau pernah bersabda kepada Mu'adz bin Jabal: "Wahai Mu'adz, demi Allah, sesungguhnya aku mencintaimu..." (HR. Abu Dawud). Dengan cinta inilah ilmu akan tertanam, bukan terpaksa dihafal.

⚖️ Tanggung Jawab di Hari Perhitungan: Jejak yang Abadi

Tanggung jawab seorang guru adalah investasi amal jariyah yang paling menjanjikan. Setiap ilmu bermanfaat yang ia ajarkan, lalu diamalkan oleh muridnya, dan diajarkan lagi oleh muridnya kepada generasi berikutnya, pahalanya akan terus mengalir tanpa putus.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ رَوَاهُ مُسْلِمٌ

"Apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya." (HR. Muslim)

"Ilmu yang bermanfaat" adalah warisan abadi seorang guru.

Namun, di balik janji pahala ini, ada sebuah pertanggungjawaban yang berat. Jika seorang guru—karena kelalaiannya, kemalasannya, atau ketidaktulusannya—gagal mendidik seorang anak, ia tidak hanya gagal dalam satu mata pelajaran. Ia mungkin telah berkontribusi pada rusaknya satu generasi.

Penutup: Surat Cinta untuk Para Guru

Menjadi guru adalah memilih jalan para nabi. Jalan yang mungkin tidak menjanjikan kekayaan materi, tetapi menjanjikan derajat yang tinggi di sisi Allah, sebagaimana firman-Nya:

 يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

"...Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat..." (QS. Al-Mujadilah: 11)

Wahai para guru, di tangan Anda tergenggam amanah peradaban. Setiap kata yang Anda ucapkan, setiap teladan yang Anda tunjukkan, adalah pahatan yang membentuk masa depan umat ini. Luruskan niat, ajarkanlah dengan cinta, dan jadilah teladan sebelum menuntut.

Karena pada akhirnya, warisan terbaik seorang guru bukanlah murid yang cerdas otaknya, tetapi murid yang luhur akhlaknya dan bercahaya imannya.

Wallahu a'lam bish-shawab.

Posting Komentar

0 Komentar